Bandar narkoba bernama Lazuardi Muddatsir (29 tahun) divonis 15 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar subsider 4 bulan penjara di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Selasa (5/11).
Terdakwa merupakan DPO kasus pabrik ekstasi di wilayah Sunter, Jakarta Utara. Pabrik ini diduga masih berkaitan dengan jaringan bandar narkoba Freddy Pratama.
Hakim menilai terdakwa dinyatakan terbukti bersalah melanggar Pasal 114 ayat (2) Juncto Pasal 132 ayat (1) UU Narkotika.
"Mengadili, menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa Lazuardi Muddatsir dengan pidana penjara selama 15 tahun,” kata Ketua Majelis Hakim Agus Adi Antara.
Putusan hakim ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). JPU menuntut terdakwa dihukum 19 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar subsider 1 tahun penjara.
Mendapat keringanan 4 tahun, terdakwa langsung menyatakan menerima. Sementara itu. JPU "pikir-pikir".
"Yang Mulia, setelah koordinasi dengan terdakwa, kami menerima putusan,” kata penasihat hukum terdakwa, Gusti Agung Prami Paramita.
Dalam dakwaan JPU, kasus ini bermula pada saat terdakwa meminta pekerjaan kepada Fredy. Terdakwa dijanjikan bekerja di Bali. Terdakwa lantas disuruh berangkat dari Kalimantan ke Jakarta mengambil sabu-sabu.
Terdakwa melakukan perjalanan dari Kalimantan-Jakarta-Bali Pada April 2024. Terdakwa menerima kiriman uang Rp 15 juta diduga dari Fredy untuk biaya perjalanan dan penginapan.
Terdakwa mengaku mengambil barang haram tersebut di sebuah hotel di Jakarta Utara. Barang haram itu disimpan dalam sebuah tas jinjing.
”Dalam perjalanan darat itu terdakwa memindahkan narkoba dari tas jinjing ke dalam koper,” kata JPU.
Terdakwa kembali menerima uang kiriman senilai Rp 70 juta untuk biaya penginapan dan biaya hidup. Terdakwa juga membeli sebuah motor bekas untuk kendaraan operasional.
Pada Mei 2024, Mabes Polri menggerebek kamar kos terdakwa di Sesetan. Polisi menemukan timbangan, gunting, plester, sendok, alat pres dan sabu-sabu 6 kilogram.