Liputan6.com, Jakarta - Konsultan gizi anak RSIA Bunda Jakarta, dr. Klara Yuliarti, Sp.A(K) menyampaikan bahwa kesuksesan proses menyusui dinilai dari kenaikan berat badan bayi.
Meski begitu, manfaat sampingan yang didapat juga banyak. Termasuk bonding atau membangun ikatan antara ibu dan anak.
“Saat menyusui, ibu dapat mengajak bicara bayinya, jangan kita pikir bayi itu makhluk yang bodoh dan tidak mengerti apa yang kita ucapkan. Bayi itu sudah bisa mendengar sejak di dalam kandungan, makanya banyak yang diadzani saat dalam kandungan atau segala macam,” jelas Klara dalam Bunda Parenting Convention Celebrating World Breastfeeding Week di Jakarta Pusat, Sabtu (2/8/2025).
Klara menambahkan, mengajak bayi berbicara atau memutarkan lagu bahkan sejak bayi masih dalam kandungan merupakan cara menstimulasi otaknya.
“Suara ibu, lagu, bahasa kasih sayang itu semua stimulus untuk otak bayi untuk berkembang.”
Maka dari itu, membangun ikatan dengan bayi termasuk saat menyusui dinilai sebagai investasi jangka panjang yang tak ternilai harganya.
“Investasi ini tidak bisa dinilai, ini adalah investasi kecerdasan, belum lagi dengan jarangnya sakit (karena ASI membuat bayi sehat),” papar Klara.
Feeding rules perlu diterapkan sebagai aturan dasar yang dirancang oleh IDAI terkait cara pemberian makan yang benar pada anak setelah lepas dari masa ASI eksklusif.
Proses Menyusui Perlu Cakup Aspek Asah, Asih, dan Asuh
Dalam kesempatan yang sama, dokter spesialis anak RSIA Bunda Jakarta, dr. I Gusti Ayu Nyoman Partiwi, Sp.A, MARS., mengatakan bahwa bukan hanya air susu ibu atau ASI-nya saja yang penting dalam menyusui, tapi juga proses pemberiannya kepada buah hati.
Menurutnya, proses menyusui harus mencakup aspek asuh, asih, dan asah.
“Asuh adalah nutrisi, ASI tentu harus baik, penyakit tidak boleh ada. Kalau ibunya obesitas, preeklamsia, maka ASI-nya akan turun produksinya,” kata dokter yang akrab disapa Tiwi.
“Kemudian asih, sudah pasti, jelas menyusui tidak bisa diwakilkan. Kemudian asah, itu adalah stimulasi, ibu harus benar-benar menyusui. Saat menyusui itu, anak mendengar suara ibunya, menatap ibunya, diajak ngobrol oleh ibunya,” tambahnya.
Fondasi Perkembangan Kesehatan Jangka Panjang
Lebih lanjut, Tiwi menjelaskan, ASI eksklusif selama 6 bulan bukanlah pilihan, tapi kebutuhan dasar setiap anak.
“ASI adalah nutrisi sempurna, perlindungan alami, dan jembatan penting dalam membangun ikatan antara ibu dan anak. Bonding yang kuat sejak awal kehidupan terbukti menjadi fondasi penting bagi perkembangan emosional, kecerdasan, dan kesehatan jangka panjang.”
“Ketika kita mendukung ibu untuk menyusui, ini berarti kita sedang membangun generasi yang lebih sehat, cerdas, dan berdaya — menuju terwujudnya Generasi Emas Indonesia,” tegasnya.
Bukan Hanya Tanggung Jawab Ibu
Keberhasilan menyusui tidak hanya tanggung jawab ibu saja, melainkan diperlukan sistem dukungan yang kuat, dari keluarga, tenaga kesehatan, hingga lingkungan kerja, agar Ibu dapat menyusui secara optimal.
“Pemerintah menjamin hak Ibu menyusui melalui UU No. 4/2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak. Maka diperlukan langkah dan kolaborasi nyata untuk membangun sistem dukungan yang kuat dan berkelanjutan,” kata Tiwi.
Sistem dukungan ini perlu dimulai dari kebijakan, layanan kesehatan, hingga dukungan di komunitas dan tempat kerja. Pasalnya, ini adalah cara yang efektif untuk dapat menjadikan menyusui menjadi norma yang didukung dan dilestarikan secara global.
Tidak hanya pasca persalinan, keberhasilan menyusui juga perlu dipersiapkan sejak masa kehamilan melalui layanan Antenatal Care (ANC) yang menyeluruh dan komprehensif. Untuk itu, peran dokter spesialis obstetri dan ginekologi sangat strategis dalam 1.000 Hari Pertama Kehidupan, termasuk dalam mempersiapkan Ibu untuk menyusui sejak masa kehamilan.