HASTO Kristiyanto ditunjuk kembali sebagai Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) untuk periode 2025-2030. Sejumlah pengurus partai mengemukakan alasan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mengambil keputusan tersebut.
Wakil Sekjen Bidang Komunikasi DPP PDIP, Adian Napitupulu, menyampaikan salah satu alasan Ketua Umum mengambil keputusan adalah karena mempertimbangkan kebutuhan partai. Hal tersebut mencakup strategi mempercepat konsolidasi sekaligus memastikan kader PDIP segera menjalankan tugas secara optimal. “Kami menilai pertimbangan Ketua Umum itu tepat, benar, dan wajib dipatuhi,” ujar Adian, Kamis, 14 Agustus 2025.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Sementara itu, Ketua DPP Bidang Pemerintahan dan Otonomi Daerah PDIP Ganjar Pranowo menuturkan keputusan untuk kembali menunjuk Hasto sebagai Sekjen PDIP dilatarbelakangi oleh kondisi politik eksternal yang terus berubah. Menurutnya, dinamika yang sedang berlangsung membuat partai politik harus mengambil langkah cepat. “Karena situasinya penuh turbulensi, kondisinya tidak normal-normal saja,” kata Ganjar pada hari yang sama.
Ganjar yang juga mantan Gubernur Jawa Tengah menambahkan, keputusan Megawati tersebut sudah dipertimbangkan dengan matang. “Saya yakin Ibu Megawati telah menilai situasi ini secara cermat,” ujarnya.
Ketua DPP PDI Perjuangan Deddy Sitorus mengatakan Megawati ingin menegaskan pesan bahwa kader PDI Perjuangan tidak bisa dikriminalisasi. “Itu merupakan pesan tegas dari Megawati. Kami siap melawan kekuasaan yang bersifat menindas,” ujar Deddy di Kompleks Parlemen, Gedung Nusantara, Jakarta, Jumat, 15 Agustus 2025.
Mengenai regenerasi posisi sekjen, Deddy menekankan hal tersebut sepenuhnya kewenangan PDIP. Ia menilai partai saat ini membutuhkan sosok dengan kepemimpinan yang matang untuk menghadapi situasi sulit, baik dalam urusan pemerintahan, penegakan hukum, maupun dalam menjaga supremasi sipil.
Deddy juga menambahkan, jika ada yang menginginkan anak muda segera memimpin, lebih baik mendirikan partai sendiri. Menurutnya, PDI Perjuangan telah memiliki mekanisme regenerasi sendiri yang berjalan dari tingkat DPRD, kepala daerah, hingga presiden.
Rekam Jejak Hasto Kristiyanto
Setelah menyelesaikan pendidikan di Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 1991, Hasto memulai kariernya di PT Rekayasa Industri, sebuah BUMN yang bergerak di bidang rekayasa dan konstruksi. Ia terlibat dalam sejumlah proyek strategis, seperti pembangunan pabrik amonia, sawit, hingga studi pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir. Kariernya di perusahaan tersebut berlangsung hingga 2002 dengan jabatan terakhir sebagai Kepala Divisi Agroindustri.
Dalam dunia politik, Hasto memulai langkahnya dari posisi sederhana sebagai tukang ketik di rapat-rapat partai. Pada 2004 ia terpilih sebagai anggota DPR dari Jawa Timur dan duduk di Komisi VI. Di parlemen, Hasto aktif mendorong lahirnya sejumlah undang-undang penting, seperti Undang-Undang Penanaman Modal pada 2007 dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik pada 2008. Ia juga tercatat sebagai salah satu pengusul hak angket untuk isu-isu krusial, termasuk penolakan impor beras dan kebijakan kenaikan harga BBM.
Kariernya makin menanjak ketika pada 2014 ia ditunjuk sebagai Sekretaris Jenderal PDIP menggantikan Tjahjo Kumolo yang masuk kabinet sebagai Menteri Dalam Negeri. Kepemimpinannya kemudian dikukuhkan melalui Kongres IV PDIP pada 2015.
Hasto berhasil membawa partai memenangkan Pemilu 2019 sekaligus meraih dominasi di berbagai pilkada. Atas capaian itu, ia kembali dipercaya menjabat Sekjen untuk periode 2019–2024, menjadikannya satu-satunya Sekjen PDIP yang menduduki posisi tersebut selama dua periode berturut-turut.
Hasto juga berperan penting dalam sejumlah kontestasi politik, termasuk kemenangan Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama dalam pilkada DKI Jakarta 2012. Pada pilpres 2014 dan 2019, ia memimpin koordinasi politik bagi pemenangan Jokowi, baik sebagai juru bicara tim sukses maupun sekretaris tim kampanye nasional.
Dalam kiprahnya, ia banyak dipengaruhi oleh ideologi Sukarnois yang dijadikannya sebagai landasan pemikiran politik dan spiritual perjuangan. Pandangan itu juga dituangkan dalam berbagai strategi partai.
Namun, pada 25 Juli 2025, Sekjen PDIP Hasto divonis 3 tahun 6 bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta karena terbukti turut menyediakan dana suap untuk mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Suap tersebut dimaksudkan agar kader PDIP Harun Masiku menggantikan Nazarudin Kiemas, anggota DPR terpilih yang meninggal sebelum pelantikan.
Meski begitu, hanya beberapa hari setelah putusan dijatuhkan, Presiden Prabowo Subianto pada 31 Juli 2025 memberikan amnesti kepada Hasto bersama lebih dari seribu narapidana lainnya setelah usulan tersebut mendapat persetujuan DPR.