Jakarta (ANTARA) - Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik Provinsi DKI Jakarta menyayangkan insiden perusakan kamera pengawas (CCTV) di Pejompongan, Jakarta, akibat ulah pengunjuk rasa di depan Gedung DPR/MPR/DPD RI pada Senin (25/8).
"Aksi perusakan diduga dilakukan untuk menghindari identifikasi massa," kata Kepala Diskominfotik Provinsi DKI Jakarta, Budi Awaluddin di Jakarta, Selasa.
Dia menegaskan, tindakan perusakan fasilitas publik tidak dapat dibenarkan dalam bentuk apapun. "Kami sangat menyayangkan adanya perusakan CCTV yang merupakan fasilitas publik," katanya.
Pihaknya menghormati hak warga untuk menyampaikan pendapat di muka umum sebagai bagian dari demokrasi. "Namun, kebebasan tersebut harus diiringi rasa tanggung jawab," ujar Budi.
Dia menekankan pentingnya keberadaan CCTV dalam menjaga keamanan kota dan mendukung penegakan hukum. CCTV berperan krusial untuk memantau kondisi lapangan, terutama saat terjadi insiden.
Baca juga: Lurah Manggarai Selatan jadi korban amuk massa pendemo di depan DPR
Baca juga: Massa kembali datangi Gedung DPR/MPR
Merusak fasilitas tersebut, kata dia, sama saja menghalangi upaya penegakan hukum serta berpotensi menimbulkan situasi yang tidak kondusif.
Perusakan fasilitas umum, termasuk CCTV, merupakan tindak pidana sesuai Pasal 406 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Pasal tersebut menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja merusak, menghancurkan atau membuat suatu barang tidak dapat dipakai, dapat dipidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau dikenai denda.
Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik(Diskominfotik) DKI Jakarta menyatakan akan menindaklanjuti kasus ini dengan serius.
"Kami akan mengusut tuntas insiden perusakan CCTV di Pejompongan dengan berkoordinasi bersama Kepolisian. Pelaku harus diproses sesuai hukum agar menjadi pembelajaran bersama," kata Budi.
Pewarta: Lifia Mawaddah Putri
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.