
Presiden Iran Masoud Pezeshkian memberlakukan undang-undang yang menangguhkan kerja sama dengan badan pengawas nuklir PBB, Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA). Sebelumnya, undang-undang itu telah disahkan parlemen pekan lalu.
"Pemerintah memerintahkan untuk segera menghentikan semua kerja sama dengan Badan Tenaga Atom Internasional dan Perjanjian Pengamanan yang terkait," demikian laporan televisi pemerintah Iran mengutip isi undang-undang tersebut, dikutip dari AP, Rabu (2/7).
"Penangguhan ini akan tetap berlaku hingga kondisi tertentu terpenuhi, termasuk jaminan keamanan fasilitas nuklir dan para ilmuwan," lanjut laporan itu.
Undang-undang itu menetapkan bahwa inspeksi mendatang di situs nuklir Iran oleh IAEA membutuhkan persetujuan Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Teheran.
Menlu Iran Abbas Araqchi mengatakan dalam wawancara dengan CBS News situs nuklir Fordow rusak parah akibat bom AS.
Meski demikian, Araqchi juga mengungkapkan negaranya masih membuka pintu diplomasi dengan AS untuk kembali membahas kesepakatan nuklir.
"Saya rasa negosiasi tidak akan dimulai secepat itu. Tapi pintu diplomasi tidak akan pernah ditutup," ujarnya.
Iran sebelumnya memang telah mengancam akan menghentikan kerja sama dengan IAEA, menuduh mereka berpihak dengan negara-negara Barat dan memberikan pembenaran atas serangan udara Israel.
Serangan Israel ke Iran pada 13 Juni lalu dilakukan satu hari setelah dewan IAEA memberikan suara untuk menyatakan Iran melanggar kewajiban berdasarkan Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir.
"Kami mengetahui laporan itu. IAEA menunggu informasi lebih lanjut dari Iran," kata IAEA dalam pernyataannya, dikutip dari Reuters.
Sementara, Menlu Israel Gideon Saar menyebut langkah Iran itu memalukan.
"Iran baru saja mengumumkan pengumuman yang memalukan tentang penangguhan kerja samanya dengan IAEA. Ini adalah penolakan total terhadap semua kewajiban dan komitmen nuklir internasional," kata Saar.
Saar juga mendesak negara-negara Eropa yang jadi bagian kesepakatan nuklir Iran tahun 2015 untuk menerapkan apa yang disebut klausul snapback. Dalam klausul itu, PBB akan memberlakukan kembali sanksi yang sebelumnya diberlakukan kepada Iran jika salah satu negara Barat menyatakan Iran tidak mematuhinya.