
Mendiang Hamzah Sulaiman atau yang dikenal luas dengan Raminten, meninggal dunia pada 24 April lalu. Kepergian sosok pengusaha dan seniman yang juga jadi ikon Yogyakarta itu meninggal duka mendalam bagi banyak pihak.
Namun, perjalanan hidup dan warisan yang dia tinggalkan telah diabadikan dalam sebuah film dokumenter berjudul Jagad'e Raminten. Film yang diproduseri oleh Dena Rachman itu disutradarai langsung oleh Nia Dinata.
Dibesut oleh Nia Dinata sebagai sutradara dan penulis, Dena Rachman sebagai produser dan penulis, serta Melissa Karim sebagai co-produser, film ini menggambarkan bagaimana Raminten cabaret menjadi wadah ekspresi seni yang inklusif.

Nia Dinata mengungkapkan bahwa gagasan pembuatan film dokumenter itu sudah ada sejak tahun 2023. Kala itu, Dena selaku produser masih berada di London menyelesaikan disertasinya tentang representasi dalam industri film Indonesia.
"Muncullah sosok Raminten dalam benak kami sebagai wujud nyata dari representasi keberagaman dan unconditional love," ungkap Nia dalam keterangan rilis yang diterima kumparan, Jumat (27/6).
Kata Nia, Raminten mengajarkan ketulusan dan penerimaan terhadap perbedaan dapat tumbuh menjadi kekuatan yang memperkuat rasa kemanusiaan.
"Melalui film ini juga kami bersama seluruh keluarga dan sahabat hendak memberikan penghormatan pada almarhum Hamzah Sulaiman," ucap Nia.
"Sungguh sebuah kehormatan besar bagi kami dapat membawa kisahnya ke mata dunia," tambahnya.
Sementara itu, Dena menyampaikan bahwa keterlibatannya merupakan bentuk upaya untuk menyebarkan simbol kasih, kebaikan, dan keberanian dalam mengekspresikan diri di tengah norma-norma yang ada.
"Lebih dari sekadar hiburan, Raminten adalah sosok yang menyediakan rumah bagi banyak kaum marginal terutama bagi chosen family mereka," ungkap Dena.
Dena bilang, Sosok Raminten tidak hanya memperjuangkan inklusivitas di atas panggung. Katanya, Raminten juga menciptakan inklusivitas dalam kehidupan nyata.
"Dengan menciptakan penghidupan yang layak dan berkelanjutan. Kami merasa terdorong untuk mengabadikan warisan ini dalam sebuah karya yang dapat terus menginspirasi," tukasnya.
Film berdurasi 95 menit itu, tidak hanya mengangkat warna-warni dunia Raminten, tetapi juga memotret perjalanan sang pendiri, Kanjeng Mas Tumenggung (KMT) Tanoyo Hamijinindyo atau yang lebih dikenal sebagai Hamzah Sulaiman.

Dalam membentuk Raminten, Hamzah Sulaiman tidak hanya menjalankan bisnis, namun membina sebuah keluarga besar termasuk di dalamnya karyawan, penampil pertunjukan, serta keluarga dan para sahabat.
Penayangan perdana Film Dokumenter Jagad’e Raminten telah dilaksanakan di Auditorium LIP Yogyakarta dan dihadiri oleh lebih dari 250 undangan. Di antaranya ialah keluarga besar Raminten, komunitas pecinta film, aktivis, dan seniman lokal Yogyakarta maupun nasional.
Sementara itu, pemutaran kedua dari film dokumenter Jagad’e Raminten akan dilaksanakan di panggung ARTJOG 2025 yang berlokasi di Jogja National Museum pada tanggal 5 Juli mendatang.