1 month ago
11
Farah Mubbina, teman tuli yang sukses menjadi desainer grafis.(MI/HO)
KERTEBATASAN fisik tidak membuat seseorang terhalang untuk berkarya, bahkan dia bisa berkontribusi nyata dalam dunia bisnis. Banyak tokoh-tokoh penting di berbagai negara yang secara fisik berbeda dengan orang normal, namun memiliki sumbangsih yang besar terhadap dunia industri dan bisnis. Salah satunya adalah Farah Mubbina.
Di balik keterbatasan pendengaran yang dimilikinya, Farah membuktikan bahwa disabilitas bukan penghalang untuk berkarya dan berprestasi. Teman tuli ini telah sukses meniti karier sebagai desainer grafis, sebuah profesi yang sangat mengandalkan komunikasi visual.
Kecintaan Farah terhadap dunia desain bermula sejak kecil. Hobi menggambar dan mengedit foto membawanya mengenal berbagai software desain grafis.
“Saat mengenal software desain, saya merasa bidang ini cocok dengan kreativitas dan cara komunikasi saya sebagai tunarungu. Visual menjadi sarana yang kuat untuk menyampaikan pesan,” ungkapnya, di Jakarta, Senin (21/7).
Perjalanan kariernya dimulai di PT Merdeka Copper Gold Tbk, tempat ia bekerja selama lebih dari dua tahun sebagai desainer grafis di divisi Human Resources.
Salah satu pencapaian membanggakan Farah adalah ketika ia dipercaya mengerjakan desain kampanye komunikasi internal perusahaan. Hasil karyanya mendapat apresiasi karena dinilai efektif, menarik dan mampu meningkatkan partisipasi karyawan.
Farah juga terbuka terhadap perkembangan teknologi. Menurutnya, keberadaan kecerdasan buatan (AI) dalam software seperti Canva dan Adobe Suite memang membantu proses desain menjadi lebih efisien. Namun, ia menegaskan bahwa kreativitas dan intuisi manusia tetap tidak tergantikan.
“AI adalah alat bantu, bukan pengganti,” tegasnya.
Meski belum pernah menjuarai kompetisi, karya Farah pernah dipamerkan dalam sebuah acara yang menurutnya menjadi pengalaman berharga dan membanggakan. Ia pun meyakini bahwa profesi desain grafis memiliki masa depan yang cerah.
Sebagai teman tuli, Farah menghadapi tantangan komunikasi di lingkungan kerja dengan beragam cara, mulai dari menulis di kertas hingga menggunakan aplikasi seperti WhatsApp. Ia juga terbiasa membaca gerak bibir dan ekspresi wajah lawan bicaranya.
“Memang butuh kesabaran dari kedua belah pihak, tapi selama ini saya tetap bisa bekerja sama dengan baik, terutama jika rekan kerja terbuka dan mau saling memahami,” ujarnya.
Farah juga mengidolakan Surya Sahetapy, aktivis Tunarungu asal Indonesia yang kini menetap di Amerika Serikat (AS). Surya menjadi inspirasinya karena semangat dalam memperjuangkan hak dan kesetaraan penyandang disabilitas, khususnya komunitas Tunarungu.
Farah menyampaikan pesan penuh semangat kepada sesama penyandang disabilitas.
“Jangan menyerah dalam mencari peluang kerja. Memang kenyataannya masih banyak tantangan, bahkan lebih dari 90 persen disabilitas belum mendapatkan pekerjaan. Tapi kita harus terus semangat, terus belajar, dan percaya bahwa kita punya kemampuan dan hak yang sama untuk berkontribusi. Jangan takut untuk menunjukkan potensi kita, karena perubahan bisa dimulai dari keberanian kita sendiri,” tegasnya.
Farah Mubbina adalah contoh nyata bahwa keterbatasan bukanlah halangan untuk berkarya, melainkan justru bisa menjadi kekuatan untuk menyampaikan pesan kepada dunia.
“Saya optimistis bahwa dengan peningkatan kesadaran, kemajuan teknologi, dan kebijakan inklusif yang lebih kuat, penyandang disabilitas dapat memiliki tempat yang setara dan berdaya dalam dunia kerja. Peran kita sebagai individu penyandang disabilitas adalah terus menunjukkan bahwa kita mampu dan berkontribusi secara profesional,” tutupnya. (Z-1)
