REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi menegaskan penetapan 36 bandara internasional bukan sekadar status administratif, tetapi memiliki arti strategis yang luas bagi Indonesia. Kebijakan ini, menurut dia, sejalan dengan Asta Cita Presiden Prabowo Subianto untuk memperkokoh kedaulatan negara, memperluas konektivitas, menggerakkan ekonomi, dan meningkatkan daya saing global.
“Penetapan bandara internasional menjadi langkah nyata Kemenhub dalam melaksanakan arahan Presiden Prabowo untuk memperkuat konektivitas, mempercepat pembangunan ekonomi, dan memastikan kehadiran negara hingga ke pelosok Nusantara,” ujar Dudy di Jakarta, Selasa (19/8/2025).
Ia memerinci sejumlah manfaat langsung dari kebijakan tersebut. Pertama, penguatan konektivitas global melalui akses penerbangan langsung dari dan ke luar negeri, sehingga mempermudah mobilitas orang dan barang sekaligus menghubungkan daerah dengan pusat pertumbuhan dunia.
Kedua, peningkatan perekonomian daerah. Dengan status internasional, bandara dapat menjadi simpul perdagangan, pariwisata, dan investasi yang mendorong pertumbuhan ekonomi lokal maupun nasional.
Ketiga, bandara internasional menjadi pintu masuk utama wisatawan mancanegara, terutama ke destinasi prioritas yang tengah dikembangkan pemerintah. Keempat, mendukung pemerataan pembangunan dengan memastikan konektivitas tidak hanya terpusat di Pulau Jawa, melainkan juga menjangkau Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, hingga Papua.
“Bandara internasional juga berfungsi strategis dalam mendukung pertahanan negara serta kesiapsiagaan menghadapi berbagai tantangan geopolitik dan bencana,” sambung Dudy.
Dudy menegaskan, penetapan bandara internasional dilakukan dengan memperhatikan aspek keselamatan penerbangan, kapasitas infrastruktur, kesiapan pelayanan, serta sinergi bersama pemerintah daerah dan instansi terkait. Penetapan ini juga akan diawasi secara ketat melalui evaluasi berkala, termasuk kewajiban pemenuhan standar keselamatan, keamanan, dan pelayanan sesuai ketentuan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO).
Ia menambahkan, status internasional bandara akan dievaluasi dalam dua tahun. Jika traffic penumpang tergolong sepi, maka statusnya bisa dicabut.
“Kita lihat dalam dua tahun bagaimana traffic di bandara-bandara internasional. Jika memang sangat sepi, ada opsi pencabutan status internasional. Itu bagian dari evaluasi,” kata Dudy.
Namun, ia menekankan keputusan penutupan tidak bisa sepihak. “Nantinya peninjauan melibatkan banyak pihak, termasuk pemerintah daerah, maskapai, hingga kementerian dan lembaga terkait,” ujarnya.