
Dalam gelap dan dinginnya Selat Bali, Eko Toniansyah atau Toni, memeluk dengan erat jenazah ayahnya, Eko Satriyo, saat KMP Tunu Pratama Jaya karam.
Ia tak meninggalkan jasad ayahnya sejengkal pun. Toni bertahan dengan pelampung seadanya hingga diselamatkan 5 jam kemudian.
"Toni terus memeluk ayahnya di laut. Katanya nggak bisa ninggalin," kata ibunda dari Toni, Misatun Altuniyah, dengan mata berkaca-kaca saat ditemui kumparan di kediamannya di Jalan Argopuro, Banyuwangi, pada Sabtu (5/7).
Misatun menjelaskan, suami dan anaknya pergi ke Singaraja, Bali, untuk mengantarkan semen. Saat berada di kapal, Eko dan Toni berada di dek yang berbeda. Toni ada di atas dek, sementara Eko masih di truk. Saat kapal akan karam, Eko naik ke atas untuk menemui Toni karena kehabisan rokok.
Di sana, Toni memberinya rokok lalu memintanya tetap di dek agar bisa mengobrol dan menunggu bersama. Namun begitu, tak berselang lama, kapal dihantam ombak tinggi hingga membuat kapal oleng kemudian tenggelam.
"Keduanya sempat memakai pelampung. Nggak loncat, tapi ikut tenggelam sambil berdiri di pinggir dek," ucap dia.

Saat kapal karam, Eko dan Toni terseret ke dalam laut. Toni mengaku sempat terhisap arus ke dasar selama sekitar 20 detik kemudian berhasil muncul kembali ke permukaan. Akan tetapi, saat kembali muncul ke permukaan, Toni mendapati ayahnya sudah tiada.
"Kasihan ya suami saya. Dia bilang sayang, tapi lalu pergi untuk mencari rezeki," kata dia.
Misatun tak memiliki firasat buruk apapun ketika Eko pergi. Namun begitu, dia mengaku sempat mendapat pesan berisi permintaan maaf dari suaminya. Dia tak menyangka pesan itu menjadi pesan terakhir dari suaminya.
"Istriku sayang, aku minta maaf," ujar dia menirukan bunyi pesan terakhir dari suaminya.

Selama hidup, Eko dikenal sebagai sosok yang penyayang dan dermawan. Meski jarang di rumah karena pekerjaannya sebagai sopir antarpulau, ia tetap memperhatikan keluarganya.
"Saya diabetes. Dia yang sering kirim obat herbal, ingetin saya buat rajin ibadah dan doa. Terakhir dia minta saya baca Ayat Kursi 11 kali," kata Misatun.
Tak hanya kepada keluarga, Eko juga dikenal suka berbagi. Dia rutin bersedekah ke masjid dan sering memberi uang ke anak-anak kecil di sekitar rumah. Bahkan, Eko memiliki empat anak angkat.
"Senin kemarin dia sempat sedekah lagi ke masjid. Dia bilang, Senin depan sedekahkan lagi atas nama dia," kenang Misatun.

Kini, Misatun hanya bisa mengirimkan doa untuk suaminya yang telah tiada. Ia berusaha tabah demi anak-anaknya, terutama Toni yang mengalami langsung tragedi itu.
"Kalau bukan karena Tuhan dan pelampung itu, mungkin saya kehilangan dua orang sekaligus," ujarnya lirih.
Pelukan terakhir, pesan cinta, dan pengorbanan di laut lepas menjadi kisah tak terlupakan dalam hidup Misatun dan keluarganya. Di tengah laut yang menyimpan duka, Toni bertahan membawa pulang cerita yang menyayat tentang ayah yang pergi.
Pada hari ketiga pencarian korban Kapal Motor Penyeberangan (KMP) Tunu Pratama Jaya, Sabtu (5/7), 29 orang masih belum ditemukan.
Sehingga, data korban KMP Tunu pada Sabtu (5/7) masih sama: 30 korban selamat, 6 korban tewas, dan 29 korban masih belum ditemukan.