DIREKTUR Eksekutif PARA Syndicate Virdika Rizky Utama menduga Presiden Prabowo Subianto memberikan tanda jasa dan tanda kehormatan kepada anggota Kabinet Merah Putih dan ketua umum partai politik pendukungnya atas dasar kedekatan politik. Pemberian itu tidak berdasarkan pengakuan negara atas kontribusi luar biasa.
"Tanda kehormatan idealnya pengakuan negara atas kontribusi luar biasa. Tapi Prabowo memberikannya atas kedekatan politik," kata Virdika saat dihubungi, Selasa, 26 Agustus 2025.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Penulis buku 'Menjerat Gus Dur' ini mempertanyakan kriteria yang digunakan Prabowo dalam memberikan penghargaan kepada anggota Kabinet Merah Putih yang baru 10 bulan bekerja. Menggunakan kriteria kinerja belum bisa dilakukan karena belum ada kinerja anggota kabinet yang bisa diuji.
Dia khawatir Prabowo menggunakan kriteria berdasarkan jabatan. Bila itu digunakan, artinya pemerintah Indonesia sedang mereduksi simbol negara menjadi formalitas belaka.
"Kalau itu memang dilakukan. Itu berbahaya, karena publik bisa kehilangan kepercayaan terhadap makna institusional," ujar Virdika.
Virdika pun menyoroti pemberian tanda kehormatan Bintang Mahaputera Adipurna kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral sekaligus Ketum Partai Golkar Bahlil Lahadalia. Bahlil sempat disorot karena kasus Raja Ampat. Bagi Virdika, kasus Raja Ampat menunjukkan adanya pelanggaran tata kelola dan konflik kepentingan.
"Kasus Raja Ampat itu bukan hal kecil. Tapi sekarang dia dapat tanda kehormatan? Saya jadi berpikir, apakah kita sedang membangun meritokrasi, atau sekadar memperkuat barisan?" ujar Virdika.
Kritik Virdika berdasarkan ukuran etis dan standar publik. Dia tidak menyerang secara personal. Baginya, anggota Kabinet Merah Putih belum layak.
Virdika melihat pemberian tanda ini lebih mengamankan stabilitas kekuasaan Prabowo. "Kalau menggunakan logika kekuasaan—siapa yang bisa jaga stabilitas, siapa yang punya nilai elektoral— gestur ini masuk akal. Tapi justru itu letak bahayanya: ketika simbol negara tunduk pada kalkulasi politik, bukan pada prinsip republik," ujar Virdika.
Virdika juga menyoroti pemberian tanda kehormatan kepada mantan terdakwa korupsi Burhanuddin Abdullah. Ia mengatakan pemberian kehormatan itu menunjukkan usaha menormalisasi korupsi. Apalagi, Burhanuddin merupakan mantan Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran di Pilpres 2024. Jabatan itu menunjukkan pemberian tanda berdasarkan unsur politis. "Jadi ini bukan pengakuan atas jasa, tapi pengembalian simbolik atas dukungan," kata dia.
Menurut Virdika, pemberian tanda itu berbahaya bagi publik. Publik bisa menangkap pesan yang keliru bahwa rekam jejak korupsi bisa dimaafkan bila memiliki nilai strategis. Pemerintah sedang membentuk narasi bahwa loyalitas lebih penting daripada integritas. "Keadaan itu bukan arah yang sehat buat demokrasi," kata dia.
Presiden Prabowo Subianto memberikan tanda jasa dan kehormatan kepada 141 nama dalam peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia di Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin, 25 Agustus 2025. Sebanyak 18 nama di antaranya merupakan anggota Kabinet Merah Putih seperti Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral sekaligus Ketum Partai Golkar Bahlil Lahadalia. Bahlil dianggap berjasa dalam penguatan investasi strategis, serta pengembangan energi baru terbarukan yang meningkatkan kemandirian energi nasional.
Selain Bahlil, Prabowo memberikan tanda kehormatan kepada eks terpidana korupsi Burhanuddin Abdullah. Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi mengatakan Prabowo memberikan 141 tanda jasa dan kehormatan kepada sejumlah nama yang dianggap terbaik di bidangnya.
"Prabowo betul-betul ingin memberikan penghargaan kepada siapa saja putra-putri terbaik bangsa yang berprestasi," kata dia di Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin, 25 Agustus 2025.