PENELITI dari Hoover Institution Universitas Stanford Peter Berkowitz menjadi pemateri Akademi Kepemimpinan Nasional Nahdlatul Ulama di Jakarta pada Jumat, 15 Agustus dan Sabtu, 16 Agustus 2025. Peneliti pendukung gerakan Zionisme di Palestina itu membagikan momen tersebut dalam tulisannya di website berita politik asal Amerika Serikat, RealClearPolitics.
Berkowitz menjelaskan materi mengenai pemikiran politik barat. Dia mengisi empat materi selama empat jam. Ada sebanyak 25 peserta yang mendengar ceramah Berkowitz.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Dalam foto yang dibagikan Berkowitz, terdapat Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Ulil Abshar Abdalla dan Ketua PBNU Ahmad Suaedy. Ketika dikonfirmasi, keduanya tidak membantah adanya seminar itu. Namun menolak untuk memberikan keterangan.
"Saya tidak punya otoritas memberikan keterangan kepada media, " kata Suaedy saat dihubungi, Senin, 25 Agustus 2025.
Ulil menyampaikan respons senada. Dia belum berkenan memberikan keterangan. "Maaf, saya belum bisa memberikan wawancara," ujar dia saat dihubungi, Senin.
Berkowitz dalam tulisannya mengatakan peserta menyambut baik tulisan-tulisan klasik pemikiran politik Barat, baik kuno maupun modern. Didorong oleh tulisan-tulisan tersebut, peserta menngajukan dan mengkaji pertanyaan-pertanyaan tajam tentang kebebasan dan demokrasi di Barat, Indonesia, dan dunia.
Dia juga bilang NU mendukung transisi bangsa menuju demokrasi. Dia menganggap NU memupuk rasa hormat terhadap kesetaraan hak dan martabat semua manusia, baik di dalam Islam, di seluruh Indonesia maupun di antara bangsa dan negara lain.
Menurut Berkowitz, Indonesia seharusnya mendapatkan perhatian yang lebih besar dari diplomasi Amerika. Sebab, Indonesia membanggakan dengan memiliki ekonomi terbesar di Asia Tenggara dan kedelapan terbesar di dunia.
Tidak hanya itu, menurut dia, NU patut mendapat perhatian Gedung Putih dan Departemen Luar Negeri AS. Sebab, Ketua Umum NU Yahya Cholil Staquf mengkritik kebangkitan ekstremisme Islam di Timur Tengah.
Berkowirz sempat juga memberikan materi dalam kegiatan 'Pengenalan Sistem Akademik Universitas (PSAU) Pascasarjana UI 2025 di Kampus UI, Depok, Sabtu lalu. Belakangan, UI meminta maaf kepada masyarakat karena memilih Peter Berkowitz sebagai pemberi orasi ilmiah.
Kepala Humas UI Arie Afriansyah mengatakan UI kurang cermat saat memeriksa latar belakang Borkowitz. Berkowitz adalah akademisi pendukung gerakan zionisme di Palestina.
"UI meminta maaf karena kurang cermat saat melakukan pemeriksaan latar belakang terhadap Berkowitz," kata Arie dalam keterangan resmi, Ahad, 24 Agustus 2025.
Peter Berkowitz adalah Tad dan Dianne Taube Senior Fellow di Hoover Institution, Universitas Stanford. Pada 2019-2021, Berkowitz menjabat sebagai Direktur Staf Perencanaan Kebijakan Departemen Luar Negeri. Dia adalah penerima Bradley Prize tahun 2017.
Berkowitz pernah diwawancarai oleh Michael Cromartie dalam sebuah wawancara untuk kepentingan Paw Research Center di 2006. Cromartie adalah Vice President, Ethics & Public Policy Center; Senior Advisor, Pew Forum on Religion & Public Life. Wawancara membahas Israel dan Masa Depan Zionisme.
Kala itu, Berkowitz menjelaskan sejarah singkat zionisme dan menegaskan pentingnya gerakan Zionis yang berkelanjutan. Berkowitz juga membahas tantangan internal dan eksternal yang dihadapi Israel. Lalu potensi kemampuan nuklir Iran, kebangkitan ideologi "pasca-Zionis" di Israel, kegagalan politik
Berkowitz juga beberapa kali menerbitkan buku yang mendukung Israel. Dia pernah menulis buku berjudul 'Israel and the Struggle over the International Laws of War (2012)'. Buku ini diterbitkan oleh Hoover Institution Press. Isinya, membela Israel terhadap berbagai kritik hukum internasional—seperti Goldstone Report dan insiden flotila Gaza. Berkowitz bilang kritik mereka mengabaikan hak liberal demokrasi Israel untuk membela diri melawan terorisme transnasional.
Berkowitz juga aktif menulis opini yang menunjukkan dukungan terhadap kebijakan dan posisi Israel, seperti“Explaining Israel’s Just War of SelfDefense to America” (5 Agustus 2024),“Reclaiming Israel’s Hybrid Character” (2 April 2024), dan“Reconciling Israeli and U.S. Plans for ‘The Day After’ in Gaza” (5 Maret 2024) .