Inara Rusli dan sederet influencer Indonesia lainnya seperti Bella Fawzi, Rebecca Reijman, hingga Michelle Santoso menyatakan sikap untuk mendukung Kemerdekaan Palestina dan menghentikan tindakan genosida yang terjadi di sana.
Inara Rusli, yang kini dikenal juga sebagai Duta Rumah Sakit Ibu dan Anak di Gaza, mengungkap soal penderitaan para perempuan dan ibu-ibu di Palestina yang hidup di bawah ancaman bom dan blokade.
"Saya merasakan betapa beratnya menjadi ibu di Gaza. Mereka kehilangan anak-anak, rumah, dan harapan. Mereka tetap bertahan meski dunia sering kali memilih diam," ujar Inara Rusli dalam jumpa pers 'Para Influencer Indonesia Bersatu Untuk Akhiri Genosida di Gaza', di kawasan Kemang, Jakarta Selatan.
Walau tak mudah untuk melakukannya, sebagai figur publik, Inara diberikan kemudahan yang bisa ia manfaatkan. Salah satunya dengan terus menyuarakan kemerdekaan bagi rakyat di Palestina melalui sosial media miliknya.
"Tapi keheningan kita bukan berati kita tak bisa melakukan apapun, kita bisa menggunakan sosial media sebagai ladang berjihad untuk menyuarakan kemerdekaan bagi Palestina," ucap Inara Rusli.
Sebagai seorang perempuan dan ibu, Inara tak lagi menginginkan ada anak-anak atau perempuan yang menjadi korban di Palrstina. Karena itu ia menyerukan kemerdekaan bagi Palestina bisa segera diwujudkan.
"Hari ini saya menegaskan dukungan kita untuk rakyat Palestina dan dukungan tanpa syarat karena ini bukan isu politik, ini isu kemanusiaan. Kita berkumpul karena nurani kita menolak untuk diam melihat ketidakadilan," tegasnya.
Karena itu, Inara menolak anggapan bahwa solidaritas untuk Palestina hanya milik kelompok atau agama tertentu.
"Tidak perlu menjadi Muslim dulu untuk membela Palestina. Cukup jadi manusia. Karena ini bukan soal identitas, ini soal nurani," kata Inara.
"Jadilah manusia dulu sebelum menjadi apapun. Free Palestine," pungkasnya.
Tak hanya dukungan, Inara Rusli bersama dengan para influencer juga meluncurkan sebuah petisi yang ditandatangani untuk ditujukan kepada Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemenlu RI).
Petisi tersebut memuat tiga tuntutan utama yakni intervensi diplomatik segera, pembukaan akses kemanusiaan yang tidak terbatas, serta sikap politik luar negeri Indonesia yang lebih tegas membela Palestina di forum internasional.