
Salah satu terdakwa kasus dugaan korupsi penyimpangan anggaran kegiatan pada Dinas Kebudayaan Pemprov Jakarta, Gatot Arif Rahmadi, mengajukan diri menjadi justice collaborator atau saksi pelaku. Gatot Arif adalah pemilik dari EO GR-Pro yang juga rekanan dari Disbud Jakarta.
Pernyataan mengenai ancaman itu disampaikan Gatot saat menjalani persidangan lanjutan kasus yang menjeratnya, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (8/7).
Mulanya, Gatot mengaku merasa terancam dan terintimidasi. Ia pun mengajukan permintaan perlindungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
"Saya perlu mengajukan LPSK, Yang Mulia, saya terintimidasi, Yang Mulia," ujar Gatot dalam persidangan, Selasa (8/7).
"Saksi korban?" tanya Ketua Majelis Hakim, Rios Rahmanto.
"Iya, sama mengajukan untuk justice collaborator nanti," timpal penasihat hukum Gatot, Misfuryadi Basrie.
Dalam kasus ini, Gatot juga mengaku sempat diminta untuk pasang badan demi menyelamatkan pihak tertentu.
"Yang Mulia, awalnya saya diminta untuk pasang badan, Yang Mulia," ujar Gatot.
"Silakan, ya, nanti ajukan segala sesuatunya bisa diajukan juga di persidangan dan nanti akan majelis pertimbangkan, mengenai dapat dikabulkan atau tidaknya, terutama sebagai justice collaborator," tutur Hakim Rios.
Tidak dijelaskan siapa pihak yang mengintimidasinya tersebut. Seusai persidangan, penasihat hukum Gatot, Misfuryadi Basrie, mengungkapkan bahwa kliennya menerima tekanan sejak pemeriksaan awal hingga saat ini ditahan.
"Dalam tahap pemeriksaan awal sampai saat ini jadi tahanan Rutan Cipinang, ya, beliau merasa ada tekanan-tekanan dari pihak-pihak yang terkait lah," ucap Misfuryadi.

"Jadi ingin mengajukan perlindungan saksi dan justice collaborator dan akan membuka semua perkara-perkara yang ada di Dinas Kebudayaan itu," imbuhnya.
Ia menyebut, tekanan yang diterima kliennya yakni berupa tekanan secara verbal. Namun, ia belum bisa membeberkan lebih lanjut terkait tekanan verbal tersebut, termasuk pihak yang mengintimidasi kliennya.
"Itu secara verbal, ya, nanti kita tidak mengungkapkannya ini dulu, nanti setelah kita ajukan ke LPSK, mudah-mudahan itu diterima, nanti baru kita ini kan," ungkapnya.
"Nah, [siapa yang mengintimidasi] nanti itu. Saya tidak ungkapkan dulu, nanti biar di persidangan aja dibukanya," lanjut dia.
Lebih lanjut, Misfuryadi menduga tekanan dan intimidasi serupa dialami oleh keluarga kliennya.
"Mungkin, ya [keluarga juga diintimidasi], karena beliau merasa dari keluarga, dari anak, semua merasa kurang nyaman, gitu kan, harus memberikan keterangan yang dia tidak lakukan, apalagi itu kan di luar daripada kejadian yang dialami gitu," terangnya.
Putusan Sela
Adapun persidangan kasus yang menjerat Gatot hari ini beragendakan putusan sela atas keberatan terhadap dakwaan jaksa. Dalam perkara itu, jaksa juga menjerat dua terdakwa lainnya, yakni eks Kepala Dinas Kebudayaan (Kadisbud) Jakarta, Iwan Henry Wardhana, dan eks Plt Kabid Pemanfaatan pada Dinas Kebudayaan Pemprov Jakarta, Mohamad Fairza Maulana.
Ketiga terdakwa melalui masing-masing penasihat hukumnya mengajukan eksepsi atau nota keberatannya terhadap dakwaan jaksa. Namun, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan eksepsi ketiganya tersebut tidak dapat diterima.
"Menyatakan eksepsi penasihat hukum terdakwa tidak dapat diterima," ucap Hakim Rios.
Majelis Hakim menilai bahwa keberatan yang disampaikan oleh para terdakwa telah menyentuh pokok perkara. Dengan putusan itu, sidang kasus korupsi yang menjerat ketiganya berlanjut ke agenda pembuktian.
"Memerintahkan Penuntut Umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara terdakwa tersebut," kata Hakim Rios.
Dakwaan Kasus di Disbud Jakarta
Dalam kasusnya, Iwan Henry didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp 36.319.045.056,69 (Rp36,3 miliar) dalam kasus dugaan korupsi penyimpangan anggaran kegiatan pada Dinas Kebudayaan Pemprov Jakarta.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyebut, Iwan didakwa melakukan perbuatannya itu bersama-sama dengan eks Plt Kabid Pemanfaatan pada Dinas Kebudayaan Pemprov Jakarta, Mohamad Fairza Maulana, dan pemilik EO GR-Pro, Gatot Arif Rahmadi.
"Perbuatan terdakwa Iwan Henry Wardhana bersama-sama dengan saksi Mohamad Fairza Maulana dan saksi Gatot Arif Rahmadi mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp36.319.045.056,69 [Rp 36,3 miliar]," ucap jaksa membacakan surat dakwaannya, Selasa (17/6) lalu.
Akibat perbuatannya itu, Iwan, Fairza, dan Gatot didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.