TOKOH muda Nahdlatul Ulama sekaligus pengelola pesantren ekologi, Roy Murtadho, menilai insiden ambruknya bangunan Pondok Pesantren Al-Khoziny di Sidoarjo bukanlah takdir atau musibah alamiah. Yang terjadi, kata dia, adalah akibat kelalaian manusia dalam perencanaan dan pembangunan.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
“Bukan salah Tuhan, bukan juga takdir, tapi salah manusia—terutama karena kesalahan dalam perencanaan pembangunan dan mengabaikan prinsip kehati-hatian,” ujar Roy melalui WhatsApp pada Selasa, 7 Oktober 2025.
Menurut Roy, harus ada pihak yang bertanggung jawab atas tragedi tersebut, baik dari pengelola pesantren maupun pengembang yang terlibat dalam proses pembangunan. Ia menilai kasus ini seharusnya menjadi pelajaran bagi seluruh lembaga pendidikan, terutama pesantren, agar tidak abai terhadap standar keselamatan bangunan.
“Ini harus jadi pelajaran bagi lembaga-lembaga pendidikan untuk lebih berhati-hati dalam melakukan pembangunan,” ujarnya.
Roy juga mengingatkan agar pesantren tidak memaksakan diri menampung santri melebihi kapasitas ruang yang tersedia. Banyak pesantren, kata dia, mengalami overcapacity dan akhirnya membangun asrama atau ruang belajar secara tergesa-gesa dengan dana terbatas.
“Pesantren juga mesti dilihat. Jangan sampai melampaui kapasitas dan memaksakan diri menerima banyak santri, tapi ruang belajarnya tidak layak dan pembangunan dilakukan dengan cara yang serampangan dan tidak profesional,” kata dia.
Ia mendorong Kementerian Agama agar lebih aktif mendorong transformasi pesantren menjadi lembaga yang ramah anak, baik dari sisi manajemen, tata ruang, maupun keselamatan lingkungan belajar.
“Pesantren jangan sampai terjadi overcapacity sehingga proses belajar tidak aman dan tidak nyaman. Biasanya karena itu, pesantren atau yayasan membangun asrama dan ruang belajar dengan dana seadanya dan secara serampangan,” kata Roy.
Roy menegaskan, setiap lembaga pendidikan, termasuk pesantren, memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk memastikan keselamatan peserta didiknya. “Jangan sampai nilai-nilai pendidikan yang luhur di pesantren justru tercoreng oleh kelalaian manusia yang bisa dihindari,” ujarnya.
Ponpes Al Khoziny Buduran, Sidoarjo, ambruk pada Senin, 29 September 2025 pukul 15.00 WIB. Saat itu, para santri putra melaksanakan salat ashar berjamaah di lantai dasar, sementara bangunan berlantai empat. Pembersihan puing dan evakuasi korban masih berlanjut hingga sepekan kemudian.
Jumlah keseluruhan korban insiden ambruknya musala di Ponpes Al Khoziny Buduran mencapai 167 jiwa. Selain 63 korban meninggal, ada 104 orang yang selamat dan terluka.
Para orang tua santri Ponpes Al Khoziny menuntut penegakan hukum dalam kasus robohnya bangunan di pesantren ini. Pihak keluarga yang menjadi korban meminta pertanggung jawaban kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab atas insiden tersebut.