Liputan6.com, Jakarta - Direktur Produksi dan Distribusi Farmasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Dita Novianti Sugandi Argadiredja bercerita soal strategi distribusi obat hingga ke pelosok.
Menurutnya, Indonesia adalah negara dengan banyak pulau dan beberapa pulau jaraknya amat jauh.
“Tapi secara umum kami memiliki dua jenis skema untuk distribusi (obat). Pertama adalah distribusi regular oleh industri farmasi dan (skema kedua) adalah distribusi dari pemerintah,” kata Dita kepada Health Liputan6.com dalam konferensi pers Asia Pacific Self-Medication Industry (APSMI) Summit di Bali, Kamis (9/10/2025).
Dalam skema kedua, pemerintah memiliki gudang obat sentral, gudang tingkat provinsi, dan gudang di tingkat kabupaten/kota.
“Jadi kami memiliki gudang (obat) di lebih dari 500 kabupaten/kota di Indonesia. Jadi berbagai fasilitas kesehatan milik pemerintah bisa mendapatkan obat dari gudang kami.”
Lantas, bagaimana dengan rumah sakit-rumah sakit di pelosok seperti rumah sakit terapung yang biasanya melayani di daerah-daerah yang jauh dari kota?
“Untuk rumah sakit terapung, ini adalah rumah sakit yang bisa berpindah sehingga bisa mendapat obat dari gudang kami di manapun tergantung di mana mereka menepi. Itu adalah dukungan kami untuk RS terapung, mungkin mereka punya sumber lain, kami tidak tahu, tapi dari pemerintah mereka bisa mendapat obat dari gudang manapun di Indonesia,” jelas Dita.
Ketersediaan Obat untuk Dukung Swamedikasi
Dita tak memungkiri pentingnya ketersediaan obat untuk mendukung swamedikasi.
Self-care alias swamedikasi mengacu pada tindakan yang dilakukan individu untuk diri mereka sendiri guna membangun dan menjaga kesehatan, mencegah penyakit, mengelola kondisi ringan atau kronis, dan mencari perawatan profesional bila diperlukan.
Menurut Dita, Kemenkes turut mendukung terciptanya ekosistem swamedikasi yang baik dengan enam pilar kesehatan.
"Kementerian Kesehatan mendorong transformasi komprehensif sistem kesehatan nasional yang dibangun di atas enam pilar utama: transformasi layanan primer, layanan rujukan, dan sistem ketahanan kesehatan, serta reformasi pembiayaan kesehatan, sumber daya manusia, dan teknologi,” kata Dita.
“Tujuan utama dari transformasi ini adalah untuk memberdayakan masyarakat kita untuk hidup lebih sehat dan lebih produktif. Kami melihat swamedikasi yang bertanggung jawab sebagai komponen penting dari visi ini, terutama melalui penguatan layanan primer dan adopsi teknologi kesehatan digital.”
Dita menilai, dengan meningkatkan literasi kesehatan dan memastikan ketersediaan produk farmasi yang aman, berkualitas tinggi, dan mandiri, maka masyarakat dapat terbina agar lebih proaktif dalam mengelola kesehatannya sendiri.
Hilangkan Kesenjangan Swamedikasi
Salah satu pihak yang mendorong terciptanya swamedikasi adalah APSMI. Ini adalah asosiasi yang mendukung pemerataan swamedikasi di Asia-Pasifik.
"APSMI mempromosikan swamedikasi yang bertanggung jawab di seluruh wilayah Asia-Pasifik, percaya bahwa memberdayakan individu dengan pengetahuan dan alat untuk swamedikasi sangat penting untuk membangun komunitas yang lebih sehat dan sistem layanan kesehatan yang lebih berkelanjutan,” kata Ketua APSMI, Rachmadi Joesoef, dalam kesempatan yang sama.
APSMI menilai, swamedikasi mencakup spektrum sepenuhnya, termasuk:
- pencegahan (kebersihan, nutrisi, gaya hidup, faktor lingkungan)
- mengenal gejala
- penanganan diri
- mencari perawatan profesional tepat waktu bila diperlukan.
Diakui oleh World Health Organization (WHO), swamedikasi memiliki peran penting dalam meningkatkan kesejahteraan individu, ketahanan sistem kesehatan, dan pencapaian cakupan kesehatan universal.