
KABUPATEN Cirebon kehilangan dana alokasi khusus (DAK) hingga ratusan miliar pada 2026 mendatang.
Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Kabupaten Cirebon, Sri Wijayawati, menjelaskan pemerintah pusat melalui Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 29 telah menetapkan adanya pemotongan besar terhadap alokasi DAK fisik untuk daerah.
“Dari total alokasi sebelumnya sebesar Rp121,6 miliar, Kabupaten Cirebon hanya akan menerima Rp72,2 miliar. Artinya terdapat pengurangan Rp49,3 miliar yang tidak bisa diterima daerah,” ungkapnya, Jumat (10/10).
Pemotongan tersebut, lanjut dia, sangat memberatkan. Padahal alokasi DAK tersebut akan digunakan untuk konektivitas jalan, irigasi, hingga pangan akuatik.
“Seluruhnya dipangkas. Praktis, pembangunan di sektor tersebut akan mandek dan masyarakat yang paling dirugikan,” jelasnya.
Sri menambahkan dari data BKAD, terdapat enam sektor pembangunan yang masuk dalam program DAK fisik tahun depan. Namun, hanya tiga sektor yang masih memperoleh kucuran dana, yakni air minum, pendidikan, dan kesehatan.
Sementara sektor konektivitas jalan senilai Rp27,9 miliar, irigasi Rp10,4 miliar, serta pangan akuatik Rp10,9 miliar, seluruhnya dipotong hingga nol rupiah.
“Padahal sektor jalan dan irigasi merupakan program vital yang sangat mendesak di Kabupaten Cirebon,” tuturnya.
Saat ini banyak ruas jalan kabupaten yang mengalami kerusakan parah, namun rencana perbaikan terancam tertunda akibat nihilnya anggaran. Kondisi yang sama juga terjadi di sektor irigasi. Saat ini banyak saluran irigasi sudah tidak berfungsi optimal sehingga mengganggu produktivitas pertanian.
“Kabupaten Cirebon merupakan salah satu lumbung pangan di Jawa Barat. Kalau irigasi dibiarkan rusak, maka dampaknya bukan hanya kepada petani, tetapi juga bisa memengaruhi ketahanan pangan di level provinsi maupun nasional,” tandasnya.
Beban keuangan daerah
Tidak hanya berdampak pada pembangunan infrastruktur, hilangnya alokasi DAK fisik ini juga akan menambah beban keuangan daerah. Selama ini, APBD Kabupaten Cirebon sebagian besar terserap untuk belanja pegawai dan kebutuhan rutin, sehingga ruang fiskal untuk pembangunan fisik sangat terbatas.
“Tanpa sokongan dana pusat, pemerintah daerah nyaris tidak memiliki alternatif pembiayaan yang memadai,” lanjut Sri.
Kondisi ini berpotensi memperlebar kesenjangan pembangunan antara daerah dan pusat. Pemerintah pusat dianggap kurang memperhatikan realitas di lapangan, khususnya daerah dengan keterbatasan anggaran seperti Kabupaten Cirebon.
“Kami berharap ada evaluasi ulang dari pemerintah pusat. Pemotongan ini jangan sampai merugikan masyarakat daerah,” ungkapnya.
BKAD bersama pemerintah daerah saat ini tengah berupaya mencari solusi, di antaranya dengan mengoptimalkan pendapatan asli daerah (PAD) serta menjajaki skema kerjasama dengan pihak swasta.
Namun langkah tersebut tidak bisa langsung menutup kekurangan anggaran akibat hilangnya DAK fisik.
“Kami realistis, PAD Cirebon masih sangat terbatas. Harapan terbesar tetap pada pemerintah pusat agar kebijakan pemotongan ini bisa ditinjau ulang,” tegasnya.