
LUKMAN Harun tak perlu mengarungi laut berjam-jam untuk menjual ikan-ikan segar hasil tangkapan di lingkar Pulau Gag, Raja Ampat, Papua Barat Daya. Tak perlu lagi dirinya mendayung sampan atau mengandalkan mesin tunggal dari perahunya untuk menuju pulau-pulau lain yang jauh yang bahkan tak tertangkap oleh pandangan mata dari bibir pantai Pulau Gag.
Hasil tangkapan yang terdiri atas ikan dasar, seperti kerapu dan kakap merah, bisa menyentuh 150 kg per hari. Lukman pun menjualnya ke satu perusahaan tambang yang berlokasi hanya selemparan batu dari Kampung Gag, yakni PT Gag Nikel.
"Perusahaan itu (belinya) Rp35 ribu per kg. Kami dapat 50 kg (ikan) setiap hari. Kalau pas cuaca bagus, tidak angin, itu bisa 150 kg," tutur Lukman yang hendak bersantai selepas melaut.
Lukman merupakan salah satu nelayan yang merasakan manfaat dari kehadiran perusahaan tambang nikel di tanah tercintanya. Kehadiran Gag Nikel, bagi Lukman, memudahkannya untuk menjual hasil tangkapan.
Sebagai gambaran, bila ingin menjual hasil tangkapannya ke Sorong, Papua Barat Daya, perjalanan mengendarai kapal cepat berdaya tinggi membutuhkan waktu sekitar 3-4 jam dengan catatan cuaca yang cerah. Sementara untuk menuju Piaynemo, waktu tempuh yang dibutuhkan mencapai 1-1,5 jam dengan catatan cuaca yang cerah tak berangin.
Perjalanan menjual hasil pancingan tentu memakan waktu yang lebih lama jika perahu yang digunakan hanya bermesin tunggal. Terlebih, bila perahu membawa muatan berupa puluhan kg ikan hasil tangkapan.
Tidak hanya mendapat kepastian ihwal penjualan ikan hasil tangkapan, sosok dengan fitur wajah khas Maluku itu juga mengungkapkan dirinya acap kali menerima bantuan dari perusahaan untuk melaut, seperti bahan bakar minyak (BBM), hingga peralatan pancing. Pitutur dari Lukman menggambarkan betapa perekonomian masyarakat di Kampung Gag ditopang oleh kehadiran perusahaan tambang.
Kesaksiannya membuktikan manfaat yang hadir tidak hanya menyentuh lapisan pekerja tambang, tetapi juga elemen-elemen masyarakat lainnya yang meliputi nelayan. Ia menjadi wujud keberhasilan dari upaya Gag Nikel memutar roda perekonomian masyarakat di pulau itu, serta mendukung pertumbuhan perekonomian nasional dari lapisan paling dasar.
Kawasan Raja Ampat dikenal sebagai surga terakhir dunia. Keindahan gugusan karst, utamanya di Piaynemo, memiliki daya pikat dengan atmosfer magisnya tersendiri.
Terbentang jauh dari Piaynemo mengakibatkan Pulau Gag jarang menjadi tujuan wisata para pelancong. Lebih lagi, Pulau Gag tidak termasuk di dalam kawasan Geopark Raja Ampat.
Meskipun demikian, Pulau Gag memiliki daya pikatnya tersendiri. Apalagi bila bukan kilau nikel yang terkandung di perut buminya.
Tidak hanya fitur wajah dari masyarakat di Pulau Gag yang menyerupai Maluku, sumber daya alam yang dimilikinya pun serupa dengan wilayah Maluku dan Maluku Utara. Pengaruh aktivitas tektonik Sesar Sorong menyebabkan pulau mungil ini kaya akan sumber daya nikel.
Berdasarkan Laporan Tahunan 2024 PT Aneka Tambang Tbk (Antam), Pulau Gag tercatat memiliki sumber daya nikel sebesar 319,78 juta wet metric ton (wmt) yang terdiri atas 152,75 juta wmt limonite dan 167,03 wmt saprolite. Konsesi kawasan tersebut dipegang oleh PT Gag Nikel, anak perusahaan dari Antam. (Ant/I-2)