Liputan6.com, Jakarta - Munculnya teknologi peramban berbasis AI yang mampu berselancar dan melakukan tugas secara otomatis ternyata membawa risiko besar.
Laporan terbaru yang dirilis oleh perusahaan keamanan siber Guardio mengungkap bahwa sistem AI browser saat ini masih sangat mudah tertipu oleh skema penipuan daring.
Mengutip Engadget, Selasa (26/8/2025), studi yang diberi judul “Scamlexity” menyoroti bagaimana agen AI di browser bisa dengan mudah menyerahkan data sensitif pada situs palsu.
Guardio menjelaskan, meski manusia seringkali lengah terhadap penipuan digital, kemampuan AI dalam mendeteksi ancaman justru jauh lebih buruk.
Dalam pengujian, AI yang seharusnya membantu justru melaksanakan instruksi hingga akhir meski tanda-tanda penipuan sudah terlihat jelas.
Temuan ini menimbulkan kekhawatiran baru, karena fungsi yang dirancang untuk memudahkan pekerjaan berisiko berubah menjadi pintu masuk bagi para scammer.
Uji Coba Buka Borok AI Browser
Penelitian Guardio dilakukan dengan menggunakan Comet AI, peramban buatan Perplexity yang menjadi salah satu contoh “agentic AI browser”.
Dalam salah satu skenario, peneliti membuat situs palsu yang meniru Walmart dengan logo dan URL yang mencurigakan.
Ketika diminta membeli Apple Watch, Comet AI tetap memproses transaksi hingga menyerahkan detail pembayaran, tanpa mengangkat peringatan sedikit pun.
Tak hanya itu, dalam uji coba lain, para peneliti mengirim email phishing seolah berasal dari Wells Fargo.
Comet AI membuka tautan berbahaya dan secara otomatis memasukkan nama pengguna serta kata sandi ke situs palsu tersebut.
Kasus ketiga bahkan lebih mengkhawatirkan, ketika AI mengikuti instruksi tersembunyi di kotak teks phishing yang memintanya mengunduh file berpotensi berbahaya.
Rangkaian percobaan ini memperlihatkan betapa rapuhnya AI browser menghadapi skenario penipuan klasik sekaligus modern.
Risiko Serius bagi Pengguna
Temuan Guardio memberi peringatan keras bahwa AI browser tidak hanya gagal mengenali skema penipuan baru, tetapi juga masih sangat rentan terhadap trik lama yang biasanya mudah ditangkap pengguna manusia.
Karena sifat AI yang patuh menjalankan perintah, sistem ini tak bisa berfungsi sebagai pagar pengaman bila pengguna tidak menyadari adanya indikasi penipuan sejak awal.
Dampaknya bisa sangat besar, terutama bila AI digunakan untuk aktivitas finansial, belanja online, atau mengelola email bisnis.
Kesalahan kecil dalam mendeteksi situs bisa membuat data pribadi, informasi bank, hingga akses kerja jatuh ke tangan pihak yang tidak bertanggung jawab.
Dengan adopsi AI browser yang semakin meluas, risiko tersebut berpotensi menjadi masalah global jika tidak segera ditangani oleh para pengembang.
Masa Depan Agentic AI Browser
Fenomena ini muncul ketika raksasa teknologi tengah gencar mengembangkan agentic AI.
Microsoft sudah menanamkan Copilot di Edge, OpenAI memperkenalkan Operator sejak awal tahun, sementara Google terus menggarap Project Mariner.
Semuanya menjanjikan pengalaman browsing otomatis yang lebih efisien, mulai dari merencanakan perjalanan hingga membangun situs web.
Namun, tanpa sistem deteksi penipuan yang lebih canggih, teknologi tersebut bisa menjadi celah baru bagi pelaku kejahatan digital.
Guardio menegaskan bahwa integrasi fitur keamanan berbasis AI harus menjadi prioritas utama sebelum teknologi ini digunakan secara luas.
Jika tidak, AI browser berpotensi berubah menjadi senjata makan tuan: alih-alih membantu, justru membuka jalan bagi scammer untuk beraksi lebih leluasa di dunia maya.